Hanya beberapa kilometer dari kawasan wisata Istana Negara Tampak Siring dan Pura Tirta Empul, kita akan melanjutkan jalan-jalan sekaligus photo-photo di objek wisata penuh nilai historis dan spiritual, Pura Gunung Kawi.
Objek wisata ini dapat ditempuh dalam 50 menit dari Kuta atau 30 menit dari Denpasar.
Dari artikulasi dapat diuraikan menjadi 2 (dua), yaitu gunung yang berarti tempat yang tinggi, bukit atau tebing dan Kawi berarti kekawin atau sesuatu yang dibuat . Jadi pura Gunung Kawi adalah pura yang dibangun di tebing di sebelah barat sebuah pegunungan dimana pegunungan itu sekarang dikenal dengan nama desa Sebatu.
Sebatu berasal dari urat kata sauh berati terpeleset dan batu berarti batu atau bebatuan. Konon pada jaman pemerintahan raja Mayadenawa yang sangat bengis dan tidak percaya adanya Tuhan, daerah ini merupakan lintasan pelarian Raja Mayadenawa dengan para pengikutnya menuju desa Taro, setelah terdesak dalam peperangan melawan para dewata yang mengejarnya, begitu pula ketakutan para penduduk asli kepada pengikut raja Mayadenawa, sehingga semuanya lari tunggang langgang dan terpeleset diantara bebatuan pegunungan (Sauh di batu). Sadar akan penduduk asli yang tidak berdosa dalam bahaya, maka dewa Wisnu memberikan sumber kehidupan bagi penduduk yang tidak berdosa dalam wujud air suci.
Sebagai ucapan rasa syukur penduduk, maka ditempat ini dibangun pura tempat pemujaan dewa Wisnu yang dikenal dengan nama Pura Gunung Kawi yang dilengkapi dengan pancuran-pancuran beraneka ragam fungsi seperti untuk air suci, mandi dan lain-lain.
Objek wisata ini dapat ditempuh dalam 50 menit dari Kuta atau 30 menit dari Denpasar.
Dari artikulasi dapat diuraikan menjadi 2 (dua), yaitu gunung yang berarti tempat yang tinggi, bukit atau tebing dan Kawi berarti kekawin atau sesuatu yang dibuat . Jadi pura Gunung Kawi adalah pura yang dibangun di tebing di sebelah barat sebuah pegunungan dimana pegunungan itu sekarang dikenal dengan nama desa Sebatu.
Sebatu berasal dari urat kata sauh berati terpeleset dan batu berarti batu atau bebatuan. Konon pada jaman pemerintahan raja Mayadenawa yang sangat bengis dan tidak percaya adanya Tuhan, daerah ini merupakan lintasan pelarian Raja Mayadenawa dengan para pengikutnya menuju desa Taro, setelah terdesak dalam peperangan melawan para dewata yang mengejarnya, begitu pula ketakutan para penduduk asli kepada pengikut raja Mayadenawa, sehingga semuanya lari tunggang langgang dan terpeleset diantara bebatuan pegunungan (Sauh di batu). Sadar akan penduduk asli yang tidak berdosa dalam bahaya, maka dewa Wisnu memberikan sumber kehidupan bagi penduduk yang tidak berdosa dalam wujud air suci.
Sebagai ucapan rasa syukur penduduk, maka ditempat ini dibangun pura tempat pemujaan dewa Wisnu yang dikenal dengan nama Pura Gunung Kawi yang dilengkapi dengan pancuran-pancuran beraneka ragam fungsi seperti untuk air suci, mandi dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar